Renungan dihari Kartini
Siapakah kartini itu?Ketika aku kecil semasa SD pada saat
tanggal 21 pada saat itu guru selalu menceritakan sekilas tentang perjuangan
seorang Kartini, dia adalah pahlawan wanita. Saat itu yang ada difikiranku
berarti seorang wanita itu harus bekerja dan tidak hanya mengurusi rumah
tangga, momong anak, melayani segala keperluan suami, istilahnya tugas seorang
wanita itu hanya dirumah,terlebih apabila sudah menjadi ibu rumah tangga urusan
dia dari mata anak terbuka sampai mata anak tertidur nyenyak.
Namun pada akhirnya aku mendengar cerita lain tentang sosok
Kartini, dia adalah istri keberapa dari seorang, itu artinya dia mendapatkan
cinta dan kasih sayang yang tidak utuh. Dan pemahaman yang kutangkap dari sisi
feminisme semacam itu adalah wanita yang berada dibawah arogansi
laki-laki.Otomatis makna dibalik itu adalah laki-laki itu selalu tidak cukup
dengan satu wanita, laki-laki satu paket harta,tahta,wanita. Walaupun tentusaja
ada pemahaman lain dari ada pemahaman dari makna “poligami’ jaman sekarang. Dan
cerita tentang Kartini pun terus bergulir, dia pernah mengennyam pendidikan
sekolah namun setelah dia menikah, meski pemikiran cerdasnya terus berkembang
namun dia tak bisa mengaktualisasikannya, dan untunglah dia memiliki sahabat
semasa sekolahnya dahulu,lewat tulisan yang akhirnya dibukukan sahabat baik,
sampai dengan cerita inipun aku bisa memberi makna, apakah dia memang hanya
bisa leluasa berdiskusi dengan,saling tukar pendapat dengan sahabatnya, aku
jadi membayangkan apakah suaminya yang pejabat itu sangat sibuk sekali, tidak ada waktu, ataukah alam pemikiran
memang tidak “nyambung” belum ada sepahaman Aku tidak tahu pasti yang jelas
sampaui sini pemahaman saya tentang surat dari RA Kartini.
Dan waktu berlalu pemahaman sosok Kartini itupun berubah, yang
aku tahu meski aku seorang wanita itupun tak hanya tinggal dirumah saja,sampai
akhirnya aku melanjutkan sekolah sampai perguruan tinggi. Figur lain yang juga melekat dengan sisi
wanitanya adalh IBU, pengalaman kehidupan dia Itupun tak lepas dari keseharian
yang aku alami dalam kehidupan sehari-hariku, ibuku bukan wanita pekerja tapi
dia adalah sesosok yang boleh kukatakan lemah, berasal dari keluarga brokenhome
tentusaja memiliki pengalaman yang tidak mengenakkan akhirnya mendapatkan suami
karena dengan demikian hidupnya bisa berubah.Tinggal dirumah dengan anak dengan
keluarga besar,sedangkan satu2nya pendapatan hanyalah mendapatkan gaji dari
ayah waktu itu, hal yang kuiingat adalah banyak hal yang dia lakukan meski baru
kupahami semua itu adalah bagian dari bimbingan, aku sering disuruh mencuci
piring, memasak, bahkan waktu itu aku diajari bagaimana bisa mendapatkan uang
dengan tangan sendiri yaitu dengan ‘menganyam tikar’.
Tapi ternyata itu bagus ketika sekarang aku jadi bisa memasak
hanya ada beberapa yang tidak kupahami. Aku ingat betapa senangnya aku ketika aku mendapatkan uang dari hasil penjualan tikar,
namun satu yang aku belum lakukan ketika beliau menyuruh aku sendiri yang
menjual ke pasar, justru aku merasa takut, tidak berani,malu dan tidak percaya
diri sehingga penjualan tikar itu
kutitipkan pada tetangga, baru sekarang aku pahami seandainya aku waktu itu
melakukan pekerjaan ‘penjualan’ saat itu, bisa jadi aku sekaligus mengasah
kemampuanku ‘menjual’. Terbukti sampai sekarangpun aku masih kurang memiliki ‘nyali’ dalam
menjual.Meskipun aku memiliki bisnis MLM tapi semua hanya biasa saja tidak
mengalami booming. Aku hanya bisa bermimpi tatkala ada kenalanku yang berhasil
dengan bisnisnya sehingga bisa melancong tidak hanya ketempat eksotik
diIndonesia lebih dari sekali (Bali,Lombok,Kalimantan) bahkan bisa terbang ke
negeri seberang Korea,Beijing,Jepang.Dan pada akhirnya aku menenangkan diriku “memang
rezeki itu sudah diatur yang Maha Kuasa, aku bersyukur dengan keadaanku
sekarang, memiliki penghasilan tetap,memiliki status yang jelas. Walaupun sudah
pasti untuk itu semua ada konsekwensinya, karena dengan aku bekerja otomatis
aku juga mempekerjakan asisten rumah tangga yang harus digaji setiap bulan. Benar
saja, dalam menjalani kehidupan kita tak boleh selalu melihat ke atas tapi juga ke bawah. Aku bisa memiliki
waktu sendiri, aku bisa memiliki kebebasan menjadi diriku sendiri.
Aku juga masih ingat, saat itu masih gadis kecil yang juga
seperti teman2 yang lain suka perhiasan, meskipun saat itu yang kurasakan
adalah kecewa ketika aku harus bersabar sedemikian lama hanya untuk mendapatkan
sepasang anting, dan beberapa perhiasan yang bahkan kudapatkan beberapa tahun
kemudian dengan alasan keuangan tentusaja, namun pada akhirnya aku bisa ambil
pelajaran berharga dari semua itu, segala keinginan, segala permintaan tudak
harus dituruti saat itu juga, menjadi sosok yang tidak suka merajuk bahklan ‘mutung’
apabila keinginan tidak terpenuhi, dan tentusaja mengajarkan kemandirian.
Bayangkan seandainya waktu itu aku selalu minta perhiasan dan dituruti bisa
saja ketika kelak nanti menuntut pasangan membelikan perhiasan emas, mutiara,
berlian, dapat kubayangkan bagaimana jika pasangan tidak mampu menuruti itu
semua.Itulah hikmah dari segala pengalam kehidupan dimasa lalu sehingga alangkah
senang ketika aku mendapatkan gaji pertamaku yang waktu itu sangat sedikit aku
bisa menyisihkan untuk membeli sebuah cincin, dan pelan2 seuntai kalung juga bisa kudapatkan, nilai
kebaikan yang kudapatkan adalah ketika barang berharga itu dengan mudah didapatkan
bisa jadi aku menjadi sosok ‘riya’ bahkan tidak memandang lingkungan sekitar
dengan tampil super glamour.
Akhirnya siapakah Kartini itu bagiku,adalah bagian sejarah dari
sosok wanita yang akhirnya membuat wanita bisa tampil dengan aktualisasinya, tana melupakan
kodratnya sebagai wanita. Dan bagiku figur Kartini itu juga ada dalam figur ibuku
sayang. Dan aku kini juga adalah seorang Ibu....tentusaja akan kuajarkan
pembelajaran kehidupan yang berharga bagi mereka Nabila,Fafa,dan Lutfi......
Komentar
Posting Komentar